Foto : Rizqa Fajria Berita24.com -Membahas pemilu 2019 memang seperti tidak ada habisnya, terlalu banyak celah yang dapat dibahas, salah...
Foto : Rizqa Fajria |
Jika kita ingin fokus untuk membahas tentang sukses atau tidaknya pamilu 2019 kali ini, maka kita perlu untuk mencari parameter-parameter yang jelas yang dapat mengukur tingkat kesuksesan pemilu kali ini. Jika kita lihat dari proses pelaksanaan pemilu dari awal persiapan hingga akhir proses rekapitulasi suara, maka kita bisa melihat bahwa pemilu kali ini berjalan dengan lancar dan dapat dikatakan bahwa pemilu 2019 adalah pemilu yang sukses. Namun kita tidak bisa menutup mata dari banyaknya variabel-variabel lainnya yang seharusnya dapat pula menjadi pertimbangan untuk mengatakan bahwa pemilu kali ini sukses atau tidak.
Dalam tulisan ini penulis ingin menawarkan beberapa parameter yang dapat kita jadikan acuan untuk mengukur kesuksesan sebuah pemilu, bahkan bukan hanya pemilu 2019, pemilu seterusnya pun dapat diukur dengan menggunakan parameter-parameter ini. Dan sebenarnya parameter yang penulis ingin tawarkan bukanlah hal yang baru, karena hal tersebut sudah ada sejak amandemen ke-3 UUD NRI 1945 dalam Pasal 22E ayat (1) yang berbunyi “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Dari ayat tersebut dapat kita gunakan Jujur dan Adil dalam pemilu sebagai parameter, meskipun masih terlalu abstrak, namun secara kasat mata dan melalui proses hukum dapat kita lihat apakah dalam suatu proses pemilu sudah berjalan dengan jujur? Karena salah satu yang paling aspek yang paling beresiko tinggi dalam proses pemilu adalah kecurangan, jika secara kasat mata saja dapat kita lihat begitu banyak kecurangan, maka dapat kita simpulkan bahwa suatu proses pemilu tidak sepenuhnya sukses.
Terlepas dari apa yang termaktub dalam UUD NRI 1945 yang menjadi konstitusi kita, kita bisa melihat parameter tersebut dari Putusan Mahkamah Kosntitusi yang merupakan sejarah awal perubahan sistem pemilu kita menjadi serentak, yaitu Putasan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013 Pemilu Serentak. Dalam dalil pemohon yang mengajukan uji materil beberapa pasal dalam UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres terhadap UUD NRI 1945, bahwa sistem pemilu yang dilaksanakan secara terpisah antara pemilihan legisaltif dan pemilihan presiden sangat rawan terjadi kecurangan terutama kecurangan Money Politic yang dilakukan oleh para kontesten. Selain itu, pemohon mendalilkan bahwa pemilu yang dilaksanakan secara terpisah kurang efisien dan efektif. Atas dasar dalil itulah pemilu 2019 kali ini dilaksanakan secara serentak. Karena menurut pemohon, bahwa pemilu serentak dapat meminimalisir kecurangan-kecurangan dan selain itu dapat membuat sistem pemilu kita menjadi lebih efisien dan efektif.
Berangkat dari Putusan MK diatas, seharusnya sudah dapat dilihat dengan jelas bahwa parameternya ada pada apakah pemilu serentak 2019 kali ini minim kecurangan? Dan apakah pemilu serentak 2019 sudah efisien dan efektif?
Dalam pelaksanaan pemilu serentak 2019 ini, ternyata masih memakan banyak anggaran, bahkan lebih besar daripada pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2014. Dan efektivitas juga masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan dalam perhelatan pesta demokrasi kali ini, dimana rumitnya sistem pemilihan membuat pemilu yang dilaksanakan secara serentak ini kurang efektif.
Salah satu bentuk persoalan akibat dari rumitnya sistem pemilu serentak yang banyak disoroti oleh publik adalah kematian kurang lebih 500-an jiwa. Yang membuat munculnya paradigma dimasyarakat bahwa dari banyaknya korban tersebut maka pemilu serentak 2019 menjadi pemilu yang paling buruk, artinya sebagian masyarakat mengamini bahwa pemilu 2019 tidak sukses.
Terlalu banyak variabel yang belum terbahas pada tulisan singkat ini, namun point yang ingin penulis katakan adalah, pemilu serentak adalah pemilu yang rumit dan butuh persiapan yang sangat matang. Itulah sebabnya ketika mengeluarkan putusannya terkait pemilu serentak ini, MK keluar daripada prinsip dasarnya sebagai Negative Legislator dengan membuat kebijakan bahwa putusannya baru akan berlaku pada pemilu 2019 padahal putusan tersebut dibacakan 2013 yang mana setahun setelahnya dilaksanakan pemilu juga. MK menimbang bahwa ketika putusannya dilaksanakan pada pemilu 2014 maka tidak akan siap. Sudah terbukti, bahkan ketika dilaksanakan pada 2019 pun ternyata masih banyak ketidaksiapan pada sistem pemilu yang baru.
Dari apa yang sudah penulis uraikan diatas, penulis berharap akan ada evalusi terhadap sistem pemilu serentak kita, dan dari parameter yang penulis tawarkan, dapat menjadi acuan kita bersama untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil, dan bersama mari kita persiapkan diri untuk menciptakan pemilu yang lebih baik lagi.
Aman Darmawan
Mahasiswa Prodi Hukum Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur